Selasa, 10 Mei 2016

Aku, Tuhan, Topeng, dan Keadaan

Malam ini, kurapalkan doa-doa yang kuyakini tidak akan dijabah Tuhan. Aku sakit hati, aku marah, aku benci dengan keadaan ini beserta manusia-manusia yang terlibat di dalamnya. Kenapa Tuhan memberiku cobaan hati yang seperti ini terus-menerus. Jujur aku bosan, tidakkah bisa aku menangisi hal lain yang lebih pantas kutangisi dari pada hal bodoh ini?
      Batinku berperang dahsyat dengan kenyataan. Aku ingin menyudahi saja drama ini. Aku bosan menjadi pemeran tertindas yang hanya memiliki sedikit waktu untuk membalas dendam. Aku bosan berpura-pura baik-baik saja, aku ingin melepas topeng kemunafikan ini. Aku ingin terang-terangan membenci orang yang dari dulu kubenci; aku ingin berontak ketika hal yang tidak kuinginkan terjadi tepat di depan mataku; aku ingin memberikan apa saja kepada orang yang kusayangi.
      Tapi aku tidak bisa sepenuhnya memenuhi hasratku untuk menjadi liar tanpa topeng itu. Aku masih butuh membohongi keadaan, karena tidak ada yang benar-benar tulus untuk membalas apa yang sudah kulakukan.
      Aku ingin bicara pada Tuhan, aku ingin Tuhan menenangkanku dengan tangan-Nya sendiri. Aku muak dengan orang-orang yang mengulurkan tangannya padaku kemudian tangan itu yang melukaiku, menghancurkan organ-organ semangatku.
      Aku menulis ini ketika seseorang menyakiti perasaanku tanpa iasadari. Sebenarnya aku ingin menyikapi ini dengan biasa saja, dengan topengku. Tapi sudah kelewat batas, dan sebagus apapun topeng yang kukenakan, aku tetaplah manusia biasa yang hanya bisa bersabar dan menunggu waktu yang memutar semuanya.
      Kuharap Tuhan membaca tulisanku ini dan senantiasa menguatkan hatiku.


Ruang tamu, 10 Mei 2016

19.27 PM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar