Rabu, 01 Maret 2017

3.

Entah pada bulan yang ke berapa puluh, aku berada sekarang
Tersimpuh di sudut ruangan yang mulai redup, dingin. Aku memeluk diriku sendiri demi mengusir sadisnya cuaca. Aku menjilat air mata yang mengalir begitu derasnya di pipiku yang memerah.
Aku marah. Entah hingga kapan dan sampai di mana aku akan menyudahi semua kebodohan ini, kebodohan yang sepertinya sudah mendarah daging.
Aku marah. Tapi aku tidak tahu kepada siapa kutujukan amarahku ini. Aku takut menyalahkan Tuhan. Menyalahkanmu pun terlalu menguras energi. Jadi kuputuskan saja ini hanya persoalan waktu.
Tapi, aku tetap marah. Kenapa waktu tak kunjung mengantarkanku pada arah yang mebahagiakan? Kenapa ia seakan mempermainkanku di sini?
Otakku tak sanggup berpikir sekarang, hatiku lebih menguasai diri saat ini.
Tangisanku ibarat lagu yang melantun mengiringi film yang berputar di kepalaku. Di mana film yang menunjukkan betapa bahagianya aku ketika itu, seakan tak ada beban dalam hidup.
Dan tiba-tiba kepalaku terasa berat, tak kuat memutar film itu lebih lama. Aku terjatuh, dan serentetan adegan film terkutuk pun berputar di kepalaku. Dan aku menangis lagi. Film yang kusebut terkutuk itulah yang merupakan realita hidupku saat ini.
Aku lelah. Aku lelah berdiri di sini. Aku kedinginan. Aku pegal memeluk tubuhku yang kelebihan berat badan ini.
Aku muak dengan semua ini.
Aku jenuh.
Bunuh saja aku, Tuhan.
Atau hidupkan aku kembali dalam wujud yang bukan Aku sekarang.
Jadikan ini hanya mimpi buruk saja, jangan mimpiku. Tapi mimpi orang lain.
Ruang tamu, 16 Mei 2016
20.58 PM.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar